Media
Richness Theory
Media Richness Theory atau teori kesempurnaan media
muncul berdasarkan teori yang ada sebelumnya yaitu Contingency Theory. Media
Richness Theory didasarkan pada teori ketidaktentuan dan teori pengolahan
informasi. Media Richness Theory pertama kali dibuat adalah oleh Daft &
Lengel ( 1984). Media Richness Theory, yang paling awal dan paling mewakili
contoh teori kapasitas media, menekankan bahwa pertemuan antar kerancuan tugas
dan kesempurnaan suatu saluran komunikasi adalah kunci untuk para manajer untuk
mencapai efektifitas komunikasi. Media komunikasi di (dalam) organisasi
bertukar-tukar dari satu jenis ke jenis lainnya dalam kaitan dengan daya-dukung
informasi mereka, dengan kekayaan media dapat mempunyai suatu derajat yang
tinggi mengenai daya-dukung informasi dan bersandar media adalah suatu derajat
yang bertingkat rendah.
Teori Media Richness memandang media
komunikasi berdasarkan kemampuan media untuk menyampaikan informasi ( Trevino,
1987). Fokus Teori Media Richness ini adalah pada kemampuan media untuk
memberikan umpan balik (feedback), isyarat non verbal, menjaga keutuhan pesan,
dan menyajikan ekspresi emosi. Teori Media Richness menempatkan
Komunikasi Face-To-Face sebagai medium komunikasi yang paling kaya di (dalam)
hirarki yang diikuti telepon, pos elektronik, surat, catatan, memo, laporan
khusus, dan yang terakhir, flyer dan buletin. Tingkat kesempurnaan media ini,
ditentukan oleh beberapa faktor berikut :
1. Kemampuan feedback (feedback capability)
Kemampuan
untuk memfasilitasi feedback yang segera
2. Macam isyarat komunikasi yang dimanfaatkan
Tidak hanya
informasi yang secara verbal saja yang disampaikan. Namun juga informasi yang
bersifat non-verbal (ekspresi wajah, gerak tubuh, dll).
3. Variasi Bahasa
Kemampuan
untuk memfasilitasi pembicaraan termasuk beberapa bahasa yang natural.
4. Fokus personal pada sumber
Kemampuan
media untuk mengantarkan perasaan personal dan emosi dari pihak-pihak yang
berkomunkasi.
Media Richness Theory menyatakan
bahwa ketika kerancuan tugas adalah tinggi, berbagai penafsiran dan solusi
adalah mungkin, dan dengan begitu suatu medium dengan suatu derajat tinggi daya
dukung informasi adalah yang penting bagi tugas untuk ditangani secara efektif.
Daft Dan Lengel menyajikan penggunaan empat ukuran-ukuran kedalam suatu hirarki
kesempurnaan media, mengatur dari tinggi ke derajat tingkat kesempurnaan
rendah, untuk menggambarkan kapasitas media mengetik untuk memproses komunikasi
rancu di dalam organisasi. Teori media richness menggunakan empat
ukuran-ukuran untuk menggolongkan media organisatoris dalam kaitan dengan daya
dukung informasi :
1. The speed of feedback; (kecepatan
menghantarkan umpan balik/umpan balik dapat didapatkan secara sekejap)
2.
The capacity to carry multiple cues, such as verbal
and nonverbal cues; (kapasitas untuk menghantarkan berbagai bentuk
simbol, baik simbol verbal dan non verbal)
3.
The ability to use natural language; and (kemampuan
(kualitas) pengunaan sealami bahasa aslinya)
4.
The degree of personal focus (tingkat
hubungan personal).
Menurut tori kesempurnaan media ini,
jika tingkat kerancuan pesaan tinggi (sulit dipahami) dalam organisasi, maka
gunakanlah media komunikasi yang paling kaya yaitu komunikasi face to face.
Komunikasi face to face disebut kaya karena dapat memungkinkan terjadinya
feedback yang segera, selain itu informasi yang disampaikan pun tidak hanya
informasi yang bersifat verbal, namun juga non-verbal.
Berbeda dengan media komunikiasi
yang disebut miskin seperti e-mail atau surat-menyurat yang tidak
menghasilkan feedback dengan segera dan informasi yang disampaikannya pun hanya
bersifat verbal (tulisan) saja. Pesan yang memiliki tingkat kerancuan rendah
(dapat dengan mudah dipahami) dapat dikomunikasikan dengan media yang miskin
atau tidak sempurna seperti surat menyurat yang bersifat tertulis. Teori ini
juga mengatakan jika menggunakan media komunikasi yang miskin akan membawa
organisasi ke arah penurunan mutu keluarannya (output).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar