Rabu, 23 Desember 2015

AKU, DIA DAN AMNESIANYA

Entah sudah berapa lama aku selalu datang ke tempat ini. Entah sudah sudah berapa banyak langkah kaki yang aku jejakkan untuk kembali ke tempat ini, dan entah sudah berapa banyak waktu yang aku ulang untuk kembali ketempat ini. Namun entah mengapa diri ini tak pernah bisa melupakan dan meninggalkan tempat ini. Tempat dimana aku dan dia selalu datang dan kembali untuk bertemu.
Aku selalu berdiri di tempat ini di bawah pohon cemara yang sudah ada sejak aku dan dia masih bersama. Masih tergambar jelas dalam benakku setiap butir kebersamaan yang aku dan dia lewati disini. Kadang aku merasa semua ini sia-sia, dia tak kan pernah kembali ketempat ini, meskipun aku meminta dan berharap dia tak akan pernah kembali. Meskipun air mata ini terus mengalir setiap aku kembali ketempat ini dan mengingat semua tentang dirinya. Ya,,,,,, dialah Khai laki-laki manis yang selalu aku tunggu disini hingga saat ini. Dia bukan sekedar laki-laki bagi ku namun dia adalah sahabatku. Dia lah orang yang aku sayangi setelah keluargaku sendri.
Aku teringat bagaimana dia selalu ada di sampingku saat aku senang maupun susah, dia selalu mengerti bagaimana membuatku tersenyum saat aku bersamanya. Semakin luas mata ini memandang hamparan datar ini, semakin terasa ada sesuatu yang tajam menghantam dadaku ini, aku tau ini menyakitkan bagiku, namun aku harus kuat, lebih kuat dari apa yang bisa aku lakukan saat aku kehilangan dirinya.

Aku tau sekarang aku tak akan pernah bisa bertemu lagi dengannya. Karna aku saat ini hanyalah masa lalu yang jauh sudah ia tinggalkan dan ia lupakan. Dia takkan pernah kembali..............!!!!!!. Dia sudah pergi jauh meninggalkan tempat ini dan semua yang ada tentang aku. Tidak akan ada lagi orang yang selalu datang saat aku memanggil namanya, yang datang untuk menghapus air mata yang jatuh karna kesediahan dan tidak akan pernah ada lagi, dia yang menghibur dan melukis tawa di hidupku.

Tuhan!! Aku mulai lelah saat aku sadari air mata ini mulai membasahi pipi. Bayangan itu membawaku ke saat-saat dimana aku kehilangan dirinya. Masih sanggat aku ingat 8 tahun lalu saat itu kami masih duduk di bangku SMP. Kami berkenalan layaknya teman biasa pada umumnya, kami semakin dekat karna Khai berpacaran dengan sahabatku Rhea. Namun hubungan mereka tak berjalan lama.
“ Dhea aku putus ni, ama Khai..” ujar Rhea saat jam pulang sekolah.
“ kalian putus? Kenapa ? sahutku
“ aku kan dah pernah bilang ama kalian, aku gak suka ama Khai, kalian aja yang maksa aku buat nerima Khai”. Jawab Rhea
“ ia sih, bener. Ya udah mana yang baik buat kalian aja yang penting kita, dan dia tetep temen kan ???”. celotehanku mengantarkan kami ke persimpangan rumah.
Entah dari mana awalnya, Khai mulai sering menghubungi aku, sekedar untuk menanyakan kabar aku dan Rhea. 3 tahun berlalu, kami lulus SMP, hubungan Rhea dan Khai berjalan wajar. Namun ada lain, aku tidak pernah menyangka, bisa masuk sekolah yang gak pernah bisa aku bayangin sebelumnya, sekolah yang gak pernah aku tau sebelumnya, namun sekolah itulah yang menjadi pelabuhanku. Entah ini takdir atau kebetulan. Aku dan Khai bisa masuk sekolah yang sama. Hari-hari mulai berlalu, semakin hari hubunganku dan Khai semakin erat. Kami sering pergi bersama, menghabiskan waktu bersama.

Aku ingat saat itu, aku dan dia selalu datang ketempat ini, tempat aku dan dia mengukir persahabatan kami diatas lembaran kulit pohon yang mulai terukir nama kami disana. Mungkin ini terlihat norak. Tapi entah kenapa aku selalu senang melakukannya. Karna bagi ku ukiran ini abadi. Tak akan pernah hilang layaknya ukiran diatas pasir pantai yang akan cepat tersapu oleh ombak yang datang silih berganti.

Hari ini tepat hari ulang tahunku, 20 Februari 2015. Masih teringat jelas 4 tahun yang lalu saat aku masih bersamanya. Dia memberikanku hadiah yang sangat manis. Berbulu, kecil, dan lucu. Ya, Hemster kecil berwrna belang tiga itu kuberi nama “Happy”, karna dia melambangkan kepedulian sahabatku yang memberikan kebahagiaan buatku. Namun semua ini tak bertahan lama. Mungkin ini pertanda atau firasat buruk akan kepergian. Tapi kenyataannya Happy mati. Tepat dimana aku dan Khai berdebat hebat disekolah.
“ jagan pernah ganggu aku, sapa aku, atau dekati aku lagi!!! Anggap kita tidak pernah mengenal !!!!”. Pekik ku kepada Khai. ( emosiku tak karuan )
“ pandangan kosong “  terdiam. Hanya sorotan mata kosong yang aku lihat dari wajahnya.
Tak keluar satu patah pun kalimat yang ia lontarkan kepada ku saat itu.
Inilah kesalahan aku yang pertama, membiarkan dia berpaling dan sedikit demi sedikit lenyap dari pandanganku.
Kedua, kupertahankan Ego ku, dan merubahnya menjadi perang dingin yang tak tau apa sebabnya.
Dan ketiga, aku hanya diam tanpa melakukan apap-apa saat aku sadari ia mulai pergi jauh meninggalkan aku.
Yahh....., ini lah kebodohanku yang sampai saat ini menghancurkanku, membuatku menyesal hingga saat ini. Namun penyesalan yang tak berujung ini adalah buah kesombongan ku. “Mulutmu Harimaumu”, pepatah lama ini ternyata benar. Kadang ucapan akan lebih menyakitkan dibandingkan dengan perbuatan yang melukai fisik. Karna ucapan tak terlihat hanya dapat dirasakan dan melukai hati serta perasaan seseorang.

Keegoisan yang tinggi hanya mengantarkan kita kejurang penyesalan. Jika berbuat salah sebaiknya langsung meminta maaf, bukan bersikeras untuk membenarkan diri. Dan membuat semuanya berlarut dan semakin lepas dari genggaman. Inilah hal yang sampai saat ini membuatku menyesal. Sosok dirinya bagaikan bayangan, bisa terlihat namun tak nyata. Sekarang aku hanya bisa melihatnya di kejauhan saat dia kembali ke kota ini. Dan mengikutinya lewat jejaring media sosial.   

Kenyataannya dia telah melupakanku, tak mengingatku, tak mengenalku, menghapus semua memori tentang aku. Mungkin inilah yang disebut AMNESIA. Bukan karna kecelakaan namun karna luka yang dalam dari sebuah ucapan dan keegoisan.



MEDIA RICHNESS THEORY ( TEORI KESEMPURNAAN MEDIA )

Media Richness Theory

Media Richness Theory atau teori kesempurnaan media muncul berdasarkan teori yang ada sebelumnya yaitu Contingency Theory. Media Richness Theory didasarkan pada teori ketidaktentuan dan teori pengolahan informasi. Media Richness Theory pertama kali dibuat adalah oleh Daft & Lengel ( 1984). Media Richness Theory, yang paling awal dan paling mewakili contoh teori kapasitas media, menekankan bahwa pertemuan antar kerancuan tugas dan kesempurnaan suatu saluran komunikasi adalah kunci untuk para manajer untuk mencapai efektifitas komunikasi. Media komunikasi di (dalam) organisasi bertukar-tukar dari satu jenis ke jenis lainnya dalam kaitan dengan daya-dukung informasi mereka, dengan kekayaan media dapat mempunyai suatu derajat yang tinggi mengenai daya-dukung informasi dan bersandar media adalah suatu derajat yang bertingkat rendah.
Teori Media Richness memandang media komunikasi berdasarkan kemampuan media untuk menyampaikan informasi ( Trevino, 1987).  Fokus Teori Media Richness ini adalah pada kemampuan media untuk memberikan umpan balik (feedback), isyarat non verbal, menjaga keutuhan pesan, dan menyajikan ekspresi emosi. Teori Media Richness  menempatkan Komunikasi Face-To-Face sebagai medium komunikasi yang paling kaya di (dalam) hirarki yang diikuti telepon, pos elektronik, surat, catatan, memo, laporan khusus, dan yang terakhir, flyer dan buletin. Tingkat kesempurnaan media ini, ditentukan oleh beberapa faktor berikut :

1.      Kemampuan feedback (feedback capability)
Kemampuan untuk memfasilitasi feedback yang segera

2.      Macam isyarat komunikasi yang dimanfaatkan
Tidak hanya informasi yang secara verbal saja yang disampaikan. Namun juga informasi yang bersifat non-verbal (ekspresi wajah, gerak tubuh, dll).

3.      Variasi Bahasa
Kemampuan untuk memfasilitasi pembicaraan termasuk beberapa bahasa yang natural.

4.      Fokus personal pada sumber
Kemampuan media untuk mengantarkan perasaan personal dan emosi dari pihak-pihak yang berkomunkasi.
Media Richness Theory menyatakan bahwa ketika kerancuan tugas adalah tinggi, berbagai penafsiran dan solusi adalah mungkin, dan dengan begitu suatu medium dengan suatu derajat tinggi daya dukung informasi adalah yang penting bagi tugas untuk ditangani secara efektif. Daft Dan Lengel menyajikan penggunaan empat ukuran-ukuran kedalam suatu hirarki kesempurnaan media, mengatur dari tinggi ke derajat tingkat kesempurnaan rendah, untuk menggambarkan kapasitas media mengetik untuk memproses komunikasi rancu di dalam organisasi.  Teori media richness menggunakan empat ukuran-ukuran untuk menggolongkan media organisatoris dalam kaitan dengan daya dukung informasi :
1.  The speed of  feedback; (kecepatan menghantarkan umpan balik/umpan balik dapat didapatkan secara sekejap)
2.      The capacity to carry multiple cues, such as verbal and nonverbal cues; (kapasitas untuk menghantarkan berbagai bentuk simbol, baik simbol verbal dan non verbal)
3.      The ability to use natural language; and (kemampuan (kualitas) pengunaan sealami bahasa aslinya)
4.      The degree of  personal focus (tingkat hubungan personal).
Menurut tori kesempurnaan media ini, jika tingkat kerancuan pesaan tinggi (sulit dipahami) dalam organisasi, maka gunakanlah media komunikasi yang paling kaya yaitu komunikasi face to face. Komunikasi face to face disebut kaya karena dapat memungkinkan terjadinya feedback yang segera, selain itu informasi yang disampaikan pun tidak hanya informasi yang bersifat verbal, namun juga non-verbal.

Berbeda dengan media komunikiasi yang disebut miskin seperti e-mail atau surat-menyurat yang tidak menghasilkan feedback dengan segera dan informasi yang disampaikannya pun hanya bersifat verbal (tulisan) saja. Pesan yang memiliki tingkat kerancuan rendah (dapat dengan mudah dipahami) dapat dikomunikasikan dengan media yang miskin atau tidak sempurna seperti surat menyurat yang bersifat tertulis. Teori ini juga mengatakan jika menggunakan media komunikasi yang miskin akan membawa organisasi ke arah penurunan mutu keluarannya (output).